بسم الله الرحمن الرحيم

Sabtu, 20 Maret 2010

TAFSIR SURAT AL-IKHLAS DAN PENTINGNYA DAKWAH TAUHID



MUQODIMAH
Surat singkat namun tinggi kedudukannya di dalam Al-Qur'an. Bahkan, sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Sa'dy, bahwa apa yang ada di dalam Al-Qur'an (berupa) nama-nama Allah  yang indah (berupa di puncak keindahan), sifat-sifat-Nya yang tinggi, perbuatan-perbuatanNya (yang berkisar pada keadilan dan kebaikan) serta hukum-hukum yang tekandung di dalam sifat-sifat Allah . Semuanya terangkum di dalam nama-nama Allah  yang disebutkan di dalam surat yang pendek ini. Dia adalah surat Al-Ikhlas. (Lihat kitab Bahjah Qulubul Abror. hadits No.87, Karya Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Sa'dy).
Cukup menunjukkan betapa agungnya surat Al-Ikhlas ini. Dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda:"(Qul Hullaahu ahad) setara dengan sepertiga Al-Qur'an". (HR. Muslim No.812)

Dari Segi Manakah Surat Al-Ikhlas Setara Dengan Sepertiga Al-Qur'an
Para ulama telah banyak membahas sisi kesetaraan surat Al-Ikhlas. Dan kesimpulan yang terbaik mengenai kesetaraannya adalah disebabkan surat Al-Ikhlas mengandung makna-makna yang agung yaitu tauhid dan pokok-pokok keimanan. Al-Qur'an dari sisi makna yang terkandung ayat-ayatnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Tauhid, dengan segala perincian;
2. Ahkam, hukum-hukum syar'i yang lahir maupun batin;
3. Al-Qoshos, kisah-kisah serta kabar tentang makhluk-makhluk yang telah lalu dan yang akan datang, serta keadaan-keadaan para mukallaf, balasan atas amal-amal mereka.
Sedangkan makna yang dikandung surat Al-Ikhlas seluruhnya adalah Tauhid, sehingga benarlah sabda Nabi  bahwa surat Al-Ikhlas setara dengan sepertiga Al-Qur'an. (Lihat Syarah Aqidah Al-Wasithiyah oleh Syaikh Fauzan dan Bahjah Qulubil Abror, hadits No. 87).
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin berkata:"surat Al-Ikhlas setara dengan sepertiga Al-Qur'an dari segi pahala, yaitu dengan membaca Al-Ikhlas pahalanya setara dengan sepertiga Al-Qur'an, akan tetapi tidak bisa menggatikan kedudukan Al-Qur'an seluruhnya. Misalnya, kita tahu bahwa surat Al-Fatihah adalah rukun sholat, maka tidak bisa kita mengatakan bahwa saya tidak perlu membaca surat Al-Fatihah di dalam sholat, karena saya telah membaca surat Al-Ikhlas tiga kali, yang berarti telah membaca seluruh Al-Qur'an. Yang demikian itu karena surat Al-Ikhlas tidak bisa menggatikan kedudukan surat Al-Fatihah di dalam sholat. Wallahu a'lam. (Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Imam Ibnu Utsaimin. Jilid I halaman 157, cetakan Darul Ibnul Jauzy)

ASBABUN NUZUL
Adapun sebab turunnya surat Al-Ikhlas yaitu diawali dengan permintaan orang-orang musyrik kepada Nabi  untuk menyifati Allah . Maka Allah  menurunkan surat Al-Ikhlas. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ahmad (5/133), Tirmidzi (3364) dan yang lainnya. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan Tirmidzi (628).


KENAPA DINAMAKAN AL-IKHLAS?
Dinamakan surat yang pendek ini dengan nama Al-Ikhlas karena beberapa kemungkinan:
1. Karena Allah  memurnikan / mengkhususkan surat tersebut hanya untuk-Nya, yaitu Allah  tidak menyebutkan sedikitpun di dalamnya hukum-hukum syar'i dan tidak juga khabar-khabar tentang selain-Nya. Yang ada, Allah  hanya menyebutkan pengkhabaran tentang diri-Nya.
2. Karena surat ini yang memurnikan pembacanya, artinya siapa saja yang membacanya dan mengimani maka berarti dia telah berbuat ikhlas kepada Allah .
3. Karena surat ini dapat melepaskan pembacanya dari belenggu kesyirikan. Tentunya dengan membaca dan memahami maknanya serta mengamalkan konsekuensi-konsekuensinya.
Mengikhlaskan sesuatau artinya memurnikannya, yaitu yang dibersihkan / dimurnikan dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya. (Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Ibnu Utsaimin I/157 dan DR. Sholih bin Fauzan Al-Fauzan).

TAFSIR SURAT
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ . اللَّهُ الصَّمَدُ . لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ . وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ.
"Katakanlah:"Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Illah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (QS. Al-Ikhlas :1-4).
Firman Allah : ((قل "katakanlah", ini adalah khitob (perintah) kepada Rasulullah  dan seluruh umatnya. Yaitu dengan perkataan yang pasti dan dalam keadaan meyakini apa yang dikatakan serta mengetahui maknanya bahwa (هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) "Dia-lah Yang Maha Esa", yakni Dialah Allah  yang kalian bertanya-tanya tentangNya adalah Esa / tunggal. Maka wajib bagi kita yakini bahwa Allah  itu Esa yang tidak ada sekitu bagi-Nya.
Dalam hal apakah Allah  itu Esa? Allah Esa dalam rububiyah, uluhiyah dan nama-nama serta sifat-sifatNya. Dan tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam rububiyah, uluhiyah serta nama-nama dan sifat-sifatNya.
Allah  Esa di dalam rububiyah, maka wajib meyakini bahwa Allah -lah satu-satunya yang mencipta, member rizki, menghidupkan, mematikan, mengatur dan sebagainya dari perbuatan-perbuatan Allah  yang berkisar kepada adil dan kebaikan. Setelah itu kita menetapkan ini semua, maka kita pun wajib menafikan / meniadakan segala bentuk kesyirikan yang ada di dalam rububiyah Allah . Seperti keyakinan Majusi yang meyakini ada pencipta selain Allah , yaitu dengan adanya dewa pencipta kebaikan dan keburukan.
Allah  Esa di dalam uluhiyah, maka kita wajib meyakini bahwa hanya Allah  satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi dengan segala bentuk ibadah yang telah disyari'atkan. Sehingga kita tidak berdoa kepada selain Allah . Kita tidak beristighosah (meminta untuk dilepaskan dari segala keburukan, bencana dan lain-lain) kepada selain Allah  dan kita tidak beribadah kepada selain Allah .
Allah  Esa dalam nama-nama dan sifat, maka tidak boleh kita meyakini adanya makhluk yang memiliki sifat yang khusus bagi Allah . Misalnya meyakini adanya manusia yang mengetahui perkara-perkara ghoib.
Kata (الصَّمَدُ) yang paling mencakup, -setelah mengumpulkan tafsiran salaf- yaitu; yang sempurna di dalam seluruh sifat-sifatNya dan yang seluruh makhluk butuh kepada-Nya. Sebagaimana dijelaskan Ibnu Utsaimin.
Dan ketahuilah wahai saudaraku, Allah  menciptakan kita bukan karena Dia butuh kepada kita, sekali-kali tidak ! untuk apa Allah  menciptakan kita? Allah  menciptakan kita (dengan hikmah) untuk beribadah kepada Allah  saja. Allah  berfirman:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-ku ".(QS. Adz-Dzariyat :56).
Juga Firman Allah  :
يَآأَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَآءُ إِلَى اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
"Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Faathir :15)
Kenapa kita hanya beribadah hanya kepada Allah ?
1. Karena hanya Allah  -lah yang pantas dan berhak untuk diibadahi;
2. Karena ibadah adalah kebutuhan kita dan penghubung antara kita dengan Allah , dengan ibadah kita mendapatkan pahala, yaitu ibadah yang ikhlas dan mencontoh Nabi .
Kemudian Allah  berfirman (لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ), "Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan". Yaitu tidak ada bagi-Nya anak dan tidak pula orang tua (yang melahirkan). Dalam ayat ini terdapat bantahan bagi 3 kelompok manusia yang menyimpang, antara lain:
1. Orang-orang musyrik, yang mereka mengatakan bahwa para malaikat adalah anak perempuan Allah;
2. Orang-orang Yahudi, yang mereka berkata bahwa 'Uzair adalah anak Allah;
3. Orang-orang Nashrani, yang mereka berkata bahwa Al-Masih (Nabi Isa) adalah anak Allah.
Maha suci Allah  dari apa yang mereka katakan. (Tafsir Juz 'Amma hal.354, Ibnu Utsaimin).
Kemudian di akhir surat Allah  berfirman (وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ), "dan tidak ada seorang-pun yang setara dengan Dia", yaitu tidak ada yang sebanding, tidak ada yang serupa dan tidak ada yang sama dengan Allah . Baik dalam sifat, perbuatan maupun dalam hak-hak yang khusus bagi Allah . Hak-hak khusus bagi Allah  antara lain:
1. Esa/ Tunggal dalam kesempurnaan dari segala sisi;
2. Esa/ Tunggal dalam keberhakan untuk mendapatkan segala bentuk peribadatan dari seluruh makhluk. (Kitab Bahjah Qulubil Abror, hadits no.87)
Dari sini kita semua mengetahui bahwasannya perbuatan syirik, yaitu mempersembahkan ibadah kepada selain Allah  adalah suatu kedzaliman yang amat besar, kenapa? Karena kita memberikan ibadah kepada sesuatu yang tidak pantas dan tidak berhak untuk diibadahi. Allah  berfirman:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". (QS. Luqman :13)



Beberapa faedah ayat
1. Penetapan sifat kesempurnaan Allah . Dan peniadaan sifat ayat yang kurang dari Allah . Dan Allah  disucikan dari 3 hal:
a. Sifat-sifat yang menunjukkan kekurangan, sehingga tidak mungkin Allah  bersifat dengan sifat kurang.
b. Sifat kurang yang ada dalam kesempurnaan., sehingga kesempurnaan Allah  tidak mungkin ada kekurangan.
c. Menyerupai makhluk, sehingga tidak boleh menyerupakan Allah  dengan makhluk. (Syarah ar-Arba'in Syaikh Ibnu Utsaimin hal 244).
2. Mengajak manusia agar mentauhidkan Allah , yaitu memulai dakwah dengan dakwah tauhid, kemudian ke hal-hal yang penting. Inilah dakwah para Rasul dan para Nabi.
Diantara ciri-ciri metode dakwah yang benar ialah dakwah kepada perbaikan aqidah dengan memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada Allah  dan melarang dari berbuat syirik, kemudian memerintahkan untuk menegakkan sholat, melakukan kewajiban-kewajiban agama yang lain, meninggalkan keharaman dan seterusnya. (Usus Manhajis Salaf Fid Da'wah Ilallah hal.85).
Dan yang menyelisihi metode ini dalam dakwah mengakibatkan kerusakan dan kerusakan. Seperti yang kita saksikan sekarang ini. Berupa pengrusakan, membunuh jiwa yang diharamkan, bom bunuh diri dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan "salah" dalam metode dakwah. Kenapa? Karena mereka ini tidak mendakwahkan tauhid. Tujuan utama mereka penegakkan daulah, sedangkan para Nabi dan Rasul tujuan utama mereka adalah tauhid, yaitu tauhid uluhiyyah.
Jika saudara bertanya: bukankah mereka mengajak untuk menegakkan syari'at islam? Kita jawab: benar, tapi bukan itu tujuan utama dakwah para Nabi dan Rasul. Dengan ajakan mereka ini , pada dasarnya mereka baru mendakwahkan tauhid Rububiyah, bukan tauhid uluhiyah. Karena At-Tahakum masuk ke dalam tauhid Rububiyah. Ini jika mereka benar dalam memahami syari'at Islam. Ternyata tidak, mereka salah memahami syari'at Islam. Seolah-olah syari'at Islam hanya terbatas pada hukum had (pidana).
Padalah syari'at Islam yang terbesar adalah Tauhid, sholat juga syari'at. Akad nikah, khitan dan lain-lain. Maka ambilah pelajaran wahai kaum muslimin dari kesalahan mereka.
3. Semakin kita tahu perbedaan antara Allah  dan makhluk-Nya, semakin kita tahu kesempurnaan Allah , sesembahan kita. Oleh karena itu carilah perbedaan-perbedaannya, niscaya kamu beruntung.
Fajri Nur Setiawan
---------------------------------------
Sumber:
• Al-Qur'anul Karim
• Tafsir Karimirrohman Fi Tafsiri Kalamil Mannan, Syaikh Abdurrohman Bin Nashir As-Sa'dy
• Syarah Aqidah Al-Wasithiyyah, Dr. Sholeh Fauzan Al-Fauzan Dan Imam Ibnu Utsaimin
• Bahjatu Qulubil Abror, Syaikh Abdurrohman Bin Nashir As-Sa'dy
• Tafsir Juz Amma, Imam Ibnu Utsaimin
• Al-Masaail Jilid 5
• Ushulun Fit Tafsir, Imam Ibnu Utsaimin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar