KENALI NAJIS DAN CARA MEMBERSIHKANNYA 1
Najis adalah
suatu istilah yang tidak asing dalam islam. Najis merupakansuatu kata untuk
mengungkapkan sesuatu yang jelek dan kotor lagi harus dijauhi. Dalam islam
sendiri najis dibagi dua, najis maknawi (abstrak) dan najis khissi
(materiil). Dan yang paling wajib dimengerti dan dijauhi sekaligus disucikan
adalah najis maknawi, oleh karena itu sebelum kita membahas najis khissi, pada
edisi kali ini kita sajikan dengan ringkas pembahasan najis maknawi, semoga
bermanfaat.
NAJIS MAKNAWI
Devinisi najis maknawi
adalah :
Dalam surat At
Taubah ayat 28 Allah Ta’ala berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا
الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ
يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Wahai
orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang musyrik najis, maka janganlah
mereka mendekat ke masjidil harom setelah tahun ini.” [QS. At Taubah : 28]
“Najasah (Najis) ma’nawiyah adalah suatu ungkapan
yang melekat kepada seseorang yang tersifati dengan sebuah sifat yang hina lagi
dijauhi oleh manusia, sehingga ia tidak pantas menjadi orang yang mulia selama
ia masih menyandang sifat tersebut. Orang musyrik itu najis karena aqidah
kesyirikannya. Walaupun adakalanya jasadnya bersih tidak ada kotoran (najis) yang
melekat pada dirinya, dan terkadang adakalanya
jasadnya juga sangat kotor dengan najis karena agamanya memang tidak mengajarkan
cara bersuci dari najis.” [At Thrir wa an Tanwir, tafsir surat At
Taubah : 28 – syamilah-]
APAKAH
MENYENTUH MEREKA MEMBATALKAN WUDHU ATAU MENGAKIBATKAN KITA TERKENA NAJIS?
Jawabnya tidak, Syeikh
ibnu utsaimin pernah ditanya tentang hal ini,
Pertanyaan : “Apakah hakikat dari kenajisan orang
musyrik dan orang kafir ? apakah maknanya bila seorang muslim menyentuh salah
seorang musyrik atau orang kafir kesuciannya batal ? ataukah kenajisan mereka
bersifat maknawiyah (tidak membatalkan kesucian muslim) ?”
Jawab : “Sifat kenajisan seluruh orang kafir
adalah maknawiyah bukan kenajisan yang bersifat khissiyah
(materiil). Oleh karena itu Allah membolehkan kita memakan makanan (yang tidak
diharamkan secara syareat) ahli kitab padahal mereka tentu menyentuh langsung
dengan tangan mereka makanan tersebut. Allah juga membolehkan laki-laki muslim
menikahi wanita ahli kitab yang menjaga kehormatannya, padahal pasti si
laki-laki muslim akan bersentuhan dengannya namun kenyataannya Allah tidak
memerintahkan kita untuk mencuci tangan kita.” [ringkasan soal
jawab syeikh ibnu Utsaimin, http://binothaimeen.net/content/8155]
BAGAIMANA
MENGHILANGKAN NAJIS MAKNAWI?
Karena akar dari
najis maknawi ini adalah kekufuran, kesyirikan dan kemaksiatan maka cara untuk
mensucikannya adalah dengan masuk agama islam. Syeikh ibnu Utsaimin berkata
“Adapun
mensucikan diri dari najis maknawiyah adalah mensucikan hati dari
kotoran-kotoran najis berupa kesyirikan, kebidahan dalam beribadah kepada Allah
serta mensucikan hati dari sifat iri dengki, hasad, membenci dan memusihi orang
lain padahal ia tidak berhak untuk dimusuhi.”
Syeikh sholih
fauzan berkata,
“Thoharoh
maknawiyah adalah bersuci dari kesyirikan, kebidahan dan maksiat. Allah
berfirman : “mereka itu orang-orang yang bersuci.” Yang dimaksut di sini adalah
bersuci dari maksiat dan dosa.” [https://islamqa.info/ar/158668]
Dari perkataan dua
ulama kondang di atas dapat diambil garis merah cara mensucikan diri dari najis
maknawiyah ini :
a.
NAJIS KEKUFURAN DAN KESYIRIKAN
Apabila berupa kekufuran maka cara mensucikannya adalah dengan masuk
islam dan konsekuen dengan tauhid, karena selama seseorang itu tetap suci
dengan keimanannya serta suci dengan tauhidnya maka dapat dipastikan ia kelak
di akherat akan masuk surga dan terbebas dari siksa api neraka -biidznillah-, Nabi
bersabda :
“Wahai Mu’âdz! Tahukah engkau apa hak Allah
yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti
dipenuhi oleh Allâh?’ Aku menjawab, ‘Allâh dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.’ Beliau bersabda, ‘Hak Allâh yang wajib dipenuhi oleh para
hamba-Nya ialah mereka hanya beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun. Sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allâh ialah
sesungguhnya Allâh tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun.’” [HR. Muslim,
no.30]
Sedangkan bila najis tersebut berupa kesyirikan,
cara mensucikannya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah. Kemudian
memperbanyak doa dengan doa Nabi yang nabi ajarkan kepada sahabat Abu bakar berikut
bisa menjadi tindakan preventif sekaligus tindakan aktif untuk mensucikan najis
ini, Beliau bersabda :
“Wahai Abu Bakar ! sungguhlah kesyirikan pada
diri kalian lebih samar dari jejak seekor semut, demi Dzat yang jiwaku
ditangannya sungguh kesyirikan itu lebih samar dari jejak seekor semut. Maukah
engkau aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila engkau lakukan akan lenyap
darimu syirik yang kecil dan yang besar ? berdo’alah dengan doa :
اللهم إني أعوذُ بك أن أشرِكَ بك و أنا أعلمُ ، و أستغفِرُك
لما لا أَعلمُ
“Ya Allah aku
berlindung kepada-Mu dari aku berbuat kesyirikan kepada-Mu sedangkan aku
mengetahuinya dan aku mohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku
ketahui.” [Shohih Adab Mufrod, no. 551]
b.
NAJIS KEBIDAHAN
Najis ini sangat berbahaya (setelah kekufuran dan kesyirikan), karena
apabila sebuah kebidahan sudah muncul, si pelaku merasa dia berbuat ketaatan
dan pasti akan ada sunnah yang mati karenanya. Ibnu abbas pernah berkata,
“Tidaklah datang suatu masa pada manusia,
melainkan mereka membuat kebidahan dan mematikan sunnah, sehingga lambat laun
kebidahan-kebidahan tumbuh subur dan sunnah-sunnah nabi mati.” [as sunnah lil mawarzi 1/32-syamilah-]
Maka sangat penting kita mengetahui cara mensucikannya, tidak lain dengan terus
menuntut ilmu dan iltizam (konsekuen) dengan sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“Wajib bagi kalian untuk berpegang pada
sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin sepeninggalku. Peganglah ia erat-erat,
gigitlah dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang
diada-adakan karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” [Shohih Abi
Dawud, no. 4607]
c.
NAJIS DOSA DAN MAKSIAT
Dosa dan maksiat adalah noda hitam yang mengotori hati, tidak boleh kita
biarkan begitu saja, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang hamba apabila melakukan suatu dosa,
maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya
dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali
(berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi
hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam
firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” [Shohih At
Tirmidzi, no. 3334]
Dari hadits di atas, sangat gamblang bahwa cara mensucikannya adalah pertama
dengan bertaobat dan istighfar kepada Allah. Taubat merupakan pembersih ampuh
untuk kotoran dosa dan maksiat. Allah berfirman,
“Katakanlah: Wahai para hamba-Ku yang
melampaui batas terhadap dirinya sendirinya, janganlah kalian berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Mengampuni semua dosa dan Dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” [QS. Az-Zumar: 53]
Yang kedua adalah
dengan memperbanyak amal sholeh karena amal sholeh akan menghapus dosa,
sebagaimana dalam ayat,
“...Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang
baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” [QS:Huud: 114]
Nabi juga bersabda,
“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau
berada, dan iringilah perbuatan dosa dengan amal kebajikan, niscaya kebajikan
tersebut akan menutupinya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang
baik.” [Shohih At Tirmidzi, no.1987]
Bersambung ....
Allahu a’lam
Ibnu
Ram 160818
Tidak ada komentar:
Posting Komentar