Coklat Bulan Februari
Allah
subhanahu wa ta’ala memiliki sifat ‘Rahmah’ (Kasih Sayang), Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diutus sebagai ‘rahmatan lil ‘alamin’
(Kasih sayang bagi seluruh alam semesta) dan Ahlus Sunnah adalah ‘A’lamun-naasi
bil-haqqi wa arhamuhum bil-khalqi’ (Orang yang paling mengilmui Al Haq dan
paling kasih sayang terhadap makhluk), maka Islam pun adalah Agama Kasih
Sayang.
Imam
Al Bukhary meriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
bertanya kepada para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum, ketika itu
menjumpai seorang ibu yang sedang menyusui bayinya, “Apakah menurut kalian
wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?” Para shahabat radhiyallahu
‘anhum menjawab, “Tidak mungkin, dia tidak akan mampu untuk melemparnya.”
Lalu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Allah lebih
menyayangi hamba-hamba-Nya dari pada wanita menyayangi anaknya.” [HR. Al
Bukhary]
Imam
Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang
lebih kasih sayang kepada keluarga dibandingkan dengan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam.” [HR. Muslim]
Agama
Islam mengajarkan kasih sayang, bukan hanya kepada manusia saja, akan tetapi
kepada seluruh makhluk pada umumnya, termasuk kepada binatang, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
الرَّاحِمُونَ
يَرْحَمْهُمُ الرَّحْمنُ اِرْحَمُوْا مَنْ فِيْ الأرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِيْ
السَّمَاءِ
“Orang-orang
yang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang di bumi,
niscaya Yang ada di langit (Allah) akan menyayangimu!” [HR. Abu Dawud dan
At Tirmidzi]
Hari Kasih Sayang
Tanggal
14 Februari yang identik dan dikenal sebagai Valentine's Day atau Hari
Kasih Sayang. Kita saksikan begitu banyak pemuda-pemudi merayakannya dengan
berpesta, saling memberi bingkisan atau sekedar mengucapkan selamat diantara
mereka.
Jika
yang merayakannya adalah pemuda-pemudi non Muslim, maka tidak masalah. Akan
tetapi, jika para pemuda-pemudi Muslim, bolehkah ikut merayakan Hari Valentine?
Jati Diri Seorang Muslim
Sebelum
menjawab pertanyaan di atas, akan kami jelaskan beberapa hal sikap yang
sepantasnya dimiliki oleh seorang Muslim.
(1) Seorang
muslim tidak boleh mengikuti ritual dan perayaan agama, selain dari Islam.
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman,
((
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ - لآَأَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ - وَلآَأَنتُمْ
عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ - وَلآَأَنَا عَابِدُُ مَّاعَبَدتُّمْ - وَلآَأَنتُمْ
عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ - لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ))
“Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah
pula menjadi penyembah apa yang aku samba. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” [QS. Al Kafirun, 1-5]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, “Surat ini adalah surat (yang menjelaskan tentang) berlepas diri
dari amalan yang dilakukan orang-orang musyrik dan memerintahkan untuk ikhlas
dalam berlepas diri tersebut.”
Ada beberapa tafsiran ulama
tentang Surat Al Kafirun ayat 2 sampai 5, diantaranya:
a. Aku tidak
menjalankan ritual ibadah yang kamu jalankan (wahai orang kafir), aku hanya
menjalankan ritual ibadah yang Allah cintai dan ridhai. Sedangkan kamu (wahai orang
kafir) tidak mengikuti perintah Allah dan ajaran-Nya, akan tetapi kamu
beribadah dengan ritual ibadah yang kamu buat-buat sendiri;
b.
Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, baik dahulu maupun
yang akan datang.
(2) Seorang Muslim tidak boleh menyerupai orang
kafir, baik dalam agama, maupun adat kebiasaan khusus mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka.” [HR. Abu Dawud, Dishahihkan Syaikh
Al Albani]
Hadist ini mengandung makna
pujian, maupun celaan. Pujian bagi siapa saja yang menyerupai orang-orang baik
dan celaan bagi siapa saja yang menyerupai orang-orang yang buruk, seperti menyerupai
orang kafir, karena orang kafir adalah orang yang paling buruk. Sebagaimana disebutkan
di dalam Surat Al Bayyinah.
(3) Seorang Muslim mengutamakan
cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alayhi wasallam.
Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman,
(( وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللهِ أَندَادًا
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ ...))
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah.”
[QS. Al Baqarah, 165]
Allaj
juga berfirman, “Katakanlah, ‘Jika
bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah
dan rasul-Nya, serta berjihad di jalan Nya, maka tunggulah (‘adzab Allah) sampai
Allah memberikan keputusan-Nya (membinasakan orang-orang yang mencintai 8 hal
tersebut lebih dari mencintai Allah).” [QS. At Taubah, 24]
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Tidak sempurna
iman kalian, sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia suka untuk
dirinya sendiri.”
[HR. Al Bukhary dan Muslim]
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kamu tidak akan
beriman, sampai aku menjadi orang yang lebih dia cintai, melebihi cintanya
kepada orang tuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.” [HR. Al Bukhary dan Muslim]
Demikian, sehingga orang yang beriman mencintai
sesuatu karena Allah mencintainya dan membenci sesuatu karena Allah
membencinya.
(4) Seorang Muslim tidak boleh bersikap lunak
kepada Orang Kafir dalam masalah yang prinsip dengan ikut, serta dalam hari raya
mereka.
Allah
berfirman,
(( فَلاَ تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ - وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ
فَيُدْهِنُونَ ))
“Maka, janganlah engkau patuhi orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Allah! Mereka menginginkan agar engkau bersikap lunak, lalu mereka
bersikap lunak pula.”
[QS. Al Qalam, 8-9]
Hari Raya Kaum Muslimin
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alayhi
wasallam datang dan ketika itu penduduk Madinah memiliki dua hari raya. Pada
zaman jahiliyah mereka merayakannya dengan bermain pada hari tersebut, lalu
Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda, ‘Aku datang kepada kalian dan pada
kalian ada dua hari raya yang kalian bermain di zaman jahiliyah. Dan Allah
telah menggantikannya dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu Hari Nahr (‘Iedul
Adha) dan Hari Fithr (‘Idul Fithri).”
[HR. Ahmad, An Nasaa-i, Abu Dawud, Dishahihkan oleh Syaikh ‘Ali Hasan Al
Halaby dalam Ahkamul ‘Iedain]
Dari
hadits ini para ulama menetapkan hukum, bahwa hari raya (tahunan) yang diakui
dan dibenarkan dalam Islam hanya ada dua, yaitu ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul
Adhaa. Kita tidak boleh merayakan hari besar, selain dari dua hari raya
tersebut. Karena, jika kita merayakan hari raya selain dua hari raya tersebut, maka
sama saja kita merayakan sebuah ajaran yang tidak pernah disyari’atkan Agama
Islam.
Hukum
Merayakan Hari Valentine
Setelah
memahami penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa kaum muslimin tidak
boleh ikut merayakan Hari Valentine dengan beberapa alasan sebagai berikut:
1.
Ikut merayakan Hari Valentine bertentangan dengan firman Allah
dalam Surat Al Kafirun.
Karena,
ketika kita ikut merayakannya, berarti kita merayakan ritual orang kafir.
2.
Ikut merayakan Hari Valentine merupakan perbuatan yang
menyerupai orang kafir dalam melaksanakan ritual agama mereka.
Sedangkan
kita dilarang menyerupai orang kafir dalam perkara-perkara yang menjadi ciri
khas mereka.
3.
Ikut merayakan Hari Valentine, berarti merayakan Hari Raya
Non Muslim.
Apalagi
di dalamnya terdapat banyak kemaksiatan, terutama yang berkaitan dengan masalah
hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
4.
Ikut merayakan Hari Valentine termasuk tolong-menolong dalam
mengerjakan perbuatan dosa.
Karena
dengan ikut merayakannya, secara tidak langsung kita ikut membantu melanggengkan
hari raya orang kafir tersebut.
5.
Ikut merayakan Hari Valentine bertentangan dengan Prinsip ‘Cinta
karena Allah’.
Dengan
ikut merayakan Valentine’s Day, secara tidak langsung kita mencintai orang
kafir, atau paling tidak kita mencintai perbuatan orang kafir, karena Hari
Valentine diperingati dalam rangka mengenang kematian orang kafir yang dianggap
‘suci’ di kalangan mereka.
Semoga
Allah subhanahu wa ta’ala menjaga kaum muslimin dari tipudaya
musuh-musuh Islam dan memberikan hidayah. Khususnya, kepada para pemuda-pemudi
kaum muslimin, agar tetap teguh di atas Agama Islam berdasarkan Al Qur-an dan
Al Hadits sesuai dengan pemahaman para shahabat radhiyallahu ‘anhum,
tabi’ien dan para ulama yang mengikuti mereka, hingga Hari Kiamat, aamien …
Oleh
: : Fajri Nur Setyawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar