JIKA HUJAN DATANG
Mungkin sebagian orang menganggap hujan hanya
peristiwa alam yang biasa terjadi, siklus alam yang terus berputar. Sebagian
mereka berkata : ‘Jelas hujan lah .. ! inikan emang musim hujan’...’Deg’ .... Pahamkah kita bahwa perkataan tadi atau
perkataan yang semisal ternyata adalah salah satu bentuk kufur nikmat ?! Mengingkari
nikmat pemberian Alloh ?! Hadits berikut sebagai saksinya :
عَنِ ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ مُطِرَ
النَّاسُ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى
الله عليه وسلم- « أَصْبَحَ مِنَ النَّاسِ شَاكِرٌ وَمِنْهُمْ كَافِرٌ قَالُوا
هَذِهِ رَحْمَةُ اللَّهِ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَقَدْ صَدَقَ نَوْءُ كَذَا وَكَذَا
». قَالَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ (فَلاَ أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ)
حَتَّى بَلَغَ (وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ)
“Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhuma, ia berkata: suatu
ketika turun hujan pada masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: ‘Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang
kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata: ‘Ini adalah rahmat Allah’. Orang
yang kufur nikmat berkata: ‘telah benar bintang ini dan bintang itu’. Berkata
Ibnu Abbas : ‘maka turunlah ayat : “Maka
Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang” - (sampai ayat) - “Dan kalian (mengganti) rezqi (yang Allah
berikan) dengan mendustakan (Allah)”
[HR. Muslim, no.243]
Oleh karena itu pada
kesempatan ini, sedikit kita akan sajikan bahasan ringan berkaitan dengan hujan
A.
HUJAN MERUPAKAN RAHMAT ALLOH
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا
وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan
menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.”
(QS. Asy Syuura: 28)
Dengan air hujan ini
Alloh menumbuhkan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang sangat kita butuhkan,
Alloh berfirman :
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا
بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ * وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ * رِزْقًا لِّلْعِبَادِ
وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ
“Dan Kami turunkan dari langit air yang membawa keberkahan
(banyak manfaatnya) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan
biji-biji tanaman yang dipanen, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang
mempunyai mayang yang bersusun-susun, agar menjadi rezeki bagi hamba-hamba
(Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering), seperti
itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaaf: 9-11)
B.
SEBELUM HUJAN TURUN
Ketika muncul mendung,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan datang
adzab dan kemurkaan Allah. Sebagaimana dikabarkan ‘Aisyah :
وَكَانَ إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ فِى وَجْهِهِ . قَالَتْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا ، رَجَاءَ أَنْ
يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ ، وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عُرِفَ فِى وَجْهِكَ
الْكَرَاهِيَةُ . فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ مَا يُؤْمِنِّى أَنْ يَكُونَ فِيهِ
عَذَابٌ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ ، وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا (
هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا)
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat mendung atau
angin, maka raut wajahnya pun berbeda.” ‘Aisyah berkata, “Wahai Rasululah, jika
orang-orang melihat mendung, mereka akan begitu girang. Mereka mengharap-harap
agar hujan segera turun. Namun berbeda halnya dengan engkau. Jika melihat
mendung, terlihat wajahmu menunjukkan tanda tidak suka.” Beliau pun bersabda,
“Wahai ‘Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa aman? Siapa tahu ini adaah
adzab. Dan pernah suatu kaum diberi adzab dengan datangnya angin (setelah itu).
Kaum tersebut (yaitu kaum ‘Aad) ketika melihat adzab, mereka mengatakan, “Ini
adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.”
[ HR. Bukhori, no. 4828].
Maka hendaknya kita perbanyak taubat dan
istigfar kepada-Nya, jika kita melihat mendung hitam menjelang hujan
C.
KETIKA HUJAN TURUN
a.
Do’a Ketika Hujan Turun
Ketika hujan turun
disunahkan untuk berdo’a dengan do’a :
اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
‘Ya Allah jadikanlah hujan ini adalah hujan yang bermanfaat.’ [Shohih al
Jami’ no. 4725]
b.
Turunnya Hujan Adalah Kesempatan Baik Untuk Memanjatkan Do’a
Nabi bersabda :
اطْلُبُوا اسْتِجابَةَ الدُّعاءِ عِنْدَ الْتِقَاءِ الجُيُوشِ
وَإقامَةِ الصَّلاةِ وَنُزُولِ الغَيْثِ
‘Bergegaslah berdo’a di waktu yang mustajab, yaitu ketika bertemunya dua
pasukan di medan pertempuran, ketika shalat hendak dilaksanakan, dan turunnya
hujan.’ [Shohih al Jami’, no. 1026]
c.
Jika Mendengar Petir
Jika kita mendengar petir
maka disunahkan berdo’a dengan do’a :
سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلاَئِكَةُ
مِنْ خِيْفَتِهِ
‘Maha Suci Dzat yang mana petir itu bertasbih dengan memuji-Nya dan para
malaikat karena takut kepada-Nya.’ [ Shohih Adabul Mufrod, no. 556 ]
d.
Boleh Berwudhu Dengan Air Hujan
Diperbolehkan berwudhu
menggunakan air hujan, berdasarkan firman Alloh,
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء مَاء لِّيُطَهِّرَكُم
بِهِ
‘Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu
dengan hujan itu’ (QS. Al Anfal: 11)
e.
Jangan Cela Hujan.
“Aduh!! sial hujan lagi,
hujan lagi”, rangkaian kata ini tak asing di telinga kita, sering kita dengar, terucapkan
seolah tanpa beban. Padahal , Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan, bila kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita
sukai, jangan sampai kita menjadikan makhluk-Nya sebagai kambing hitam. Ambil
contoh misalnya kita dilarang mencela waktu. Dalam sebuah hadits qudsi,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman :
يُؤْذِينِى
ابْنُ آدَمَ يَقُولُ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَلاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ يَا
خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَإِنِّى أَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ
فَإِذَا شِئْتُ قَبَضْتُهُمَا
“Anak adam menyakiti Aku; dia berkata : ‘wahai waktu
sial, maka janganlah salah seorang dari kalian berkata: ‘wahai waktu sial !’
sesungguhnya Aku adalah pemilik dan pengatur waktu, Aku bolak-balikkan malam dan
siang silih berganti, bila Aku menghendaki Aku akan tahan keduanya.”
[HR. Muslim, no : 2246]
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga melarang kita mencela angin, Beliau bersabda,:
لا تَسُبُّوا الرِّيحَ
”Janganlah kamu mencaci maki angin.”[ Shohih
at Tirmidzi no. 2252]
D.
SETELAH HUJAN REDA
Setelah hujan reda
disunahkan untuk berkata :
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
‘Kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya.” [HR. al-Bukhari,
no. 846 ]
E.
KERINGANAN KETIKA TURUN HUJAN
Pertama: Bolehnya meninggalkan shalat jama’ah di masjid ketika
turun hujan.
Dari ‘Abdullah bin
‘Abbas, beliau mengatakan kepada mu’adzin pada saat hujan,
”Apabila engkau mengucapkan ’Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna
Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ’Hayya ’alash sholaah’.
Tetapi ucapkanlah
صَلُّوا
فِى بُيُوتِكُمْ
‘Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah kalian]. [HR. Muslim, no. 699]
Imam An Nawawi -semoga
Allah merahmati beliau- berkata: ”Dari hadits di atas terdapat dalil tentang
keringanan untuk tidak melakukan shalat jama’ah ketika turun hujan dan ini
termasuk udzur (halangan) untuk meninggalkan shalat berjama’ah (di masjid).” [Syarh
Muslim, 5/207]
Kedua: Bolehnya menjama’ (menggabung) shalat ketika hujan
deras.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallohu
‘anhuma, beliau menceritakan: bahwa dahulu
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara sholat Zhuhur
dengan ‘Ashar dan antara sholat Maghrib dengan ‘Isyak di kota Madinah dalam
keadaan bukan karena situasi takut dan bukan karena hujan.’
[HR. Muslim, no. 705]
Syaikh Al Albani rohimahulloh mengatakan:
(dalam perkataan Ibnu Abbas ini yaitu : bukan karena hujan-pent) Seolah-olah
beliau menyampaikan bahwasanya menjamak karena hujan adalah perkara yang sudah ma’ruf (dikenal) di masa hidup Nabi shollallohu
‘alaihi wa sallam, kalaulah tidak karena
latar belakang itu lalu manfaat apa yang bisa dipetik dari penafian hujan sebagai
sebab yang membolehkan beliau untuk menjamak” [Al Wajiz fii Fiqhi
Sunnati wal Kitabil ‘Aziiz halaman 175,
Kitab as Sholah]
Selain itu terdapat
sebuah atsar dari Nafi’ dengan redaksi:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ
كَانَ إِذَا جَمَعَ الْأُمَرَاءُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي الْمَطَرِ
جَمَعَ مَعَهُمْ
“Bahwa Abdulloh bin Umar jika para pemimpin menjamak antara sholat
maghrib dan Isyak karena turun hujan, maka ia juga menjamaknya.” [Irwaul
Gholil, no. 583]
Beberapa Point yang Perlu
Diperhatikan:
a.
Yang diperintahkan ketika hujan adalah menjama’ shalat (menggabungkan dua
shalat) tanpa perlu mengqoshor.[ Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/292]
b.
Jama’ dilakukan dengan imam di masjid dan bukan dilakukan di rumah.[ Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhutsil Al ‘Ilmiyyah
wal Iftaa’, 8/135]
c.
Apabila shalat telah dijama’ pada waktu pertama dari dua shalat, lalu
setelah dijama;’, hujan tersebut reda, maka shalatnya tetap sah dan tidak perlu
diulangi.[ Al Jami’
Liahkamish Sholah 2/ 497-499]
d.
Boleh menjama’ shalat zhuhur dan ashar atau maghrib dan Isya. Yang paling
afdhol jika dilakukan dengan jama’ taqdim.[ Syarhul Mumthi’, 2/285]
e.
Hujan yang membolehkan seseorang menjama’ shalat adalah hujan yang
bisa membuat pakaian basah kuyup dan mendapatkan kesulitan jika harus berjalan
dalam kondisi hujan semacam itu. Adapun hujan yang rintik-rintik dan
tidak begitu deras, maka tidak boleh untuk menjama’ shalat ketika itu.[ Al Mughni, 2/117]
Demikian penjelasan
ringkas mengenai beberapa bahasan seputar hujan. Semoga kita dimudahkan untuk
mengamalkannya. Hanya Allah yang memberi taufik.
Allohu a’lam bisshowwab
Ibnu Ram - 071212 -
Penulis banyak mengambil
faedah dari tulisan ust. Abdulloh Tausikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar