بسم الله الرحمن الرحيم

Selasa, 11 Februari 2014

JIKA HUJAN DATANG

JIKA HUJAN DATANG
Mungkin sebagian orang menganggap hujan hanya peristiwa alam yang biasa terjadi, siklus alam yang terus berputar. Sebagian mereka berkata : ‘Jelas hujan lah .. ! inikan emang musim hujan’...’Deg’ .... Pahamkah kita bahwa perkataan tadi atau perkataan yang semisal ternyata adalah salah satu bentuk kufur nikmat ?! Mengingkari nikmat pemberian Alloh ?! Hadits berikut sebagai saksinya :
عَنِ ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ مُطِرَ النَّاسُ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَصْبَحَ مِنَ النَّاسِ شَاكِرٌ وَمِنْهُمْ كَافِرٌ قَالُوا هَذِهِ رَحْمَةُ اللَّهِ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَقَدْ صَدَقَ نَوْءُ كَذَا وَكَذَا ». قَالَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ (فَلاَ أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ) حَتَّى بَلَغَ (وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ)
“Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhuma, ia berkata: suatu ketika turun hujan pada masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata: ‘Ini adalah rahmat Allah’. Orang yang kufur nikmat berkata: ‘telah benar bintang ini dan bintang itu’. Berkata Ibnu Abbas : ‘maka turunlah ayat :  “Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang” - (sampai ayat) -  “Dan kalian (mengganti) rezqi (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah)”
[HR. Muslim, no.243]
Oleh karena itu pada kesempatan ini, sedikit kita akan sajikan bahasan ringan berkaitan dengan hujan

A.      HUJAN MERUPAKAN RAHMAT ALLOH
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syuura: 28)
Dengan air hujan ini Alloh menumbuhkan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang sangat kita butuhkan, Alloh berfirman :
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ * وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ * رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ
Dan Kami turunkan dari langit air yang membawa keberkahan (banyak manfaatnya) lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang dipanen, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, agar menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering), seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaaf: 9-11)
B.      SEBELUM HUJAN TURUN
Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Sebagaimana dikabarkan ‘Aisyah :
وَكَانَ إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ فِى وَجْهِهِ . قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا ، رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ ، وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عُرِفَ فِى وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةُ . فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ مَا يُؤْمِنِّى أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ ، وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا ( هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا)
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat mendung atau angin, maka raut wajahnya pun berbeda.” ‘Aisyah berkata, “Wahai Rasululah, jika orang-orang melihat mendung, mereka akan begitu girang. Mereka mengharap-harap agar hujan segera turun. Namun berbeda halnya dengan engkau. Jika melihat mendung, terlihat wajahmu menunjukkan tanda tidak suka.” Beliau pun bersabda, “Wahai ‘Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa aman? Siapa tahu ini adaah adzab. Dan pernah suatu kaum diberi adzab dengan datangnya angin (setelah itu). Kaum tersebut (yaitu kaum ‘Aad) ketika melihat adzab, mereka mengatakan, “Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.”
[ HR. Bukhori, no. 4828].
 Maka hendaknya kita perbanyak taubat dan istigfar kepada-Nya, jika kita melihat mendung hitam menjelang hujan
C.      KETIKA HUJAN TURUN
a.       Do’a Ketika Hujan Turun
Ketika hujan turun disunahkan untuk berdo’a dengan do’a :
اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
‘Ya Allah jadikanlah hujan ini adalah hujan yang bermanfaat.’ [Shohih al Jami’ no. 4725]
b.      Turunnya Hujan Adalah Kesempatan Baik Untuk Memanjatkan Do’a
Nabi bersabda :
اطْلُبُوا اسْتِجابَةَ الدُّعاءِ عِنْدَ الْتِقَاءِ الجُيُوشِ وَإقامَةِ الصَّلاةِ وَنُزُولِ الغَيْثِ
‘Bergegaslah berdo’a di waktu yang mustajab, yaitu ketika bertemunya dua pasukan di medan pertempuran, ketika shalat hendak dilaksanakan, dan turunnya hujan.’ [Shohih al Jami’, no. 1026]
c.        Jika Mendengar Petir
Jika kita mendengar petir maka disunahkan berdo’a dengan do’a :
سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ
‘Maha Suci Dzat yang mana petir itu bertasbih dengan memuji-Nya dan para malaikat karena takut kepada-Nya.’ [ Shohih Adabul Mufrod, no. 556 ]
d.      Boleh Berwudhu Dengan Air Hujan
Diperbolehkan berwudhu menggunakan air hujan, berdasarkan firman Alloh,
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء مَاء لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ
‘Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu’ (QS. Al Anfal: 11)
e.      Jangan Cela Hujan.
“Aduh!! sial hujan lagi, hujan lagi”, rangkaian kata ini tak asing di telinga kita, sering kita dengar, terucapkan seolah tanpa beban.  Padahal , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan,  bila kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai, jangan sampai kita menjadikan makhluk-Nya sebagai kambing hitam. Ambil contoh misalnya kita dilarang mencela waktu. Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman :
يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَقُولُ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَلاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَإِنِّى أَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ فَإِذَا شِئْتُ قَبَضْتُهُمَا
“Anak adam  menyakiti Aku; dia berkata : ‘wahai waktu sial, maka janganlah salah seorang dari kalian berkata: ‘wahai waktu sial !’ sesungguhnya Aku adalah pemilik dan pengatur waktu, Aku bolak-balikkan malam dan siang silih berganti, bila Aku menghendaki Aku akan tahan keduanya.”
[HR. Muslim, no : 2246]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang kita mencela angin, Beliau bersabda,:
لا تَسُبُّوا الرِّيحَ
”Janganlah kamu mencaci maki angin.”[ Shohih at Tirmidzi no. 2252]
D.      SETELAH HUJAN REDA
Setelah hujan reda disunahkan untuk berkata :
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
‘Kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya.” [HR. al-Bukhari, no. 846 ]
E.        KERINGANAN KETIKA TURUN HUJAN
Pertama: Bolehnya meninggalkan shalat jama’ah di masjid ketika turun hujan.
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, beliau mengatakan kepada mu’adzin pada saat hujan, ”Apabila engkau mengucapkan ’Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ’Hayya ’alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah
صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ
‘Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah kalian]. [HR. Muslim, no. 699]
Imam An Nawawi -semoga Allah merahmati beliau- berkata: ”Dari hadits di atas terdapat dalil tentang keringanan untuk tidak melakukan shalat jama’ah ketika turun hujan dan ini termasuk udzur (halangan) untuk meninggalkan shalat berjama’ah (di masjid).” [Syarh Muslim, 5/207]
Kedua: Bolehnya menjama’ (menggabung) shalat ketika hujan deras.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِى غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallohu ‘anhuma, beliau menceritakan: bahwa dahulu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara sholat Zhuhur dengan ‘Ashar dan antara sholat Maghrib dengan ‘Isyak di kota Madinah dalam keadaan bukan karena situasi takut dan bukan karena hujan.’
[HR. Muslim, no. 705]
Syaikh Al Albani rohimahulloh mengatakan: (dalam perkataan Ibnu Abbas ini yaitu : bukan karena hujan-pent) Seolah-olah beliau menyampaikan bahwasanya menjamak karena hujan adalah perkara yang sudah ma’ruf (dikenal) di masa hidup Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, kalaulah tidak karena latar belakang itu lalu manfaat apa yang bisa dipetik dari penafian hujan sebagai sebab yang membolehkan beliau untuk menjamak” [Al Wajiz fii Fiqhi Sunnati wal Kitabil ‘Aziiz halaman 175, Kitab as Sholah]
Selain itu terdapat sebuah atsar dari Nafi’ dengan redaksi:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا جَمَعَ الْأُمَرَاءُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي الْمَطَرِ جَمَعَ مَعَهُمْ
“Bahwa Abdulloh bin Umar jika para pemimpin menjamak antara sholat maghrib dan Isyak karena turun hujan, maka ia juga menjamaknya.” [Irwaul Gholil, no. 583]
Beberapa Point yang Perlu Diperhatikan:
a.       Yang diperintahkan ketika hujan adalah menjama’ shalat (menggabungkan dua shalat) tanpa perlu mengqoshor.[ Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/292]
b.      Jama’ dilakukan dengan imam di masjid dan bukan dilakukan di rumah.[ Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhutsil Al ‘Ilmiyyah wal Iftaa’, 8/135]
c.       Apabila shalat telah dijama’ pada waktu pertama dari dua shalat, lalu setelah dijama;’, hujan tersebut reda, maka shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.[ Al Jami’ Liahkamish Sholah 2/ 497-499]
d.      Boleh menjama’ shalat zhuhur dan ashar atau maghrib dan Isya. Yang paling afdhol jika dilakukan dengan jama’ taqdim.[ Syarhul Mumthi’, 2/285]
e.      Hujan yang membolehkan seseorang menjama’ shalat adalah hujan yang bisa membuat pakaian basah kuyup dan mendapatkan kesulitan jika harus berjalan dalam kondisi hujan semacam itu. Adapun hujan yang rintik-rintik dan tidak begitu deras, maka tidak boleh untuk menjama’ shalat ketika itu.[ Al Mughni, 2/117]
Demikian penjelasan ringkas mengenai beberapa bahasan seputar hujan. Semoga kita dimudahkan untuk mengamalkannya. Hanya Allah yang memberi taufik.
Allohu a’lam bisshowwab
Ibnu Ram - 071212 -

Penulis banyak mengambil faedah dari tulisan ust. Abdulloh Tausikal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar